MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.MENAVIGASI PASCA PANDEMI DENGAN KEBIJAKAN MONETER AGRESIF DAN RENCANA PEMULIHAN YANG MATANG
Siti Amina
220321100134
Pendahuluan
Munculnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia pada tahun 2019 hingga tahun 2022, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pergerakan perekonomian dunia, termasuk indonesia dan beberapa negara besar lainnya. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, pembatasan sosial, penguatan protokol kesehatan, membatasi aktivitas belajar mengajar, memperkuat sistem kesehatan dan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Karena beberapa kebijakan ketat yang di terapkan di beberapa negara di dunia untuk mengurangi penyebaran covid-19 menyebabkan beberapa aktivitas ekonomi terhenti dan terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun 2020, bahkan di perkirakan akan terjadi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Sejak maret 2020 pemerintah indonesia mulai menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing dalam merespon pandemi covid-19, kebijakan tersebut menyebabkan penurunan terhadap aktivitas dan pergerakan orang di daerah Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya (Hadiwardoyo et al., no date) Beberapa kebijakan tersebut dianggap kurang efektif, karena industri-industri dan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa. Maka dari itu, sejak 10 april 2020 pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sejak adanya PSBB industri dan perusahaan dilarang untuk beroperasi dalam rentang waktu yang cukup lama. Hal itu membuat industri-industri dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar dan membuat perekonomian indonesia menjadi tidak stabil.
Kehadiran covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi buruk selama wabah covid-19. Hal ini didukung oleh data BPS yang memperkirakan penurunan sebesar 5,32% dari tahun 2020 ke tahun 2021. (1) Melemahnya konsumsi rumah tangga/daya beli masyarakat akibat terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (2) Berkurangnya investasi di berbagai sektor usaha. Perubahan wabah covid-19 membuat banyak orang, termasuk pengusaha, berhati-hati untuk mulai berinvestasi. Dampak lain dari pandemi covid-19 adalah melemahnya perekonomian daerah dan nasional. Dengan berkurangnya penerimaan pajak, terhentinya pertumbuhan ekonomi menjadi beban bagi pemerintah daerah dan nasional (Jannah, 2023) Pandemi covid-19 telah memicu penurunan ekonomi global yang parah. Penyebaran virus dan tindakan pembatasan negara untuk melindungi kesehatan masyarakat mengganggu aktivitas ekonomi di beberapa daerah. Bisnis terpaksa tutup, pekerjaan hilang, dan banyak bisnis mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengurangi efek ini, banyak pemerintah telah menggunakan kebijakan moneter yang agresif, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang pembangunan ekonomi dan mendorong investasi. Untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mengurangi dampak pandemi covid-19 pemerintah indonesia menerapkan kebijakan moneter. Hubungan instrumen fiskal dengan inflasi adalah cosh-push inflation yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan faktor produksi itu sendiri. Kebijakan perpajakan seperti memberlakukan tarif pajak yang tinggi secara signifikan menghambat aktivitas produktif, mengurangi produksi bisnis (Eva, Silalahi and Kunci, 2020)
Rumusan masalah
Dalam konteks pandemi covid-19, terdapat beberapa masalah yang perlu dijawab untuk menavigasi pasca pandemi dengan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang. Pertama, bagaimana kebijakan moneter agresif dapat efektif merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dan mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan? Kedua, apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi? Ketiga, bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang dalam mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Tujuan
Menganalisis dampak dan efektivitas kebijakan moneter agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pemulihan ekonomi yang matang, termasuk pemulihan sektor-sektor terdampak, penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan infrastruktur, dan keberlanjutan ekonomi.
Menyelidiki peran kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter agresif dan rencana pemulihan yang matang, dengan tujuan memperkuat pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
Covid-19 telah menghasilkan guncangan ekonomi, yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan maupun individu. Usaha mikro, kecil, menengah, dan besar semuanya berdampak pada perekonomian negara, dengan cakupan mulai dari lokal hingga nasional hingga seluruh dunia (Existance, 2020)
Sementara itu, pemerintah memprioritaskan bantuan di sektor tenaga kerja dan perumahan selama krisis covid-19. Seperti job retention scheme, unemployment insurance, direct cash payment, dan keringanan pajak. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada sektor kesehatan dan bisnis yang terdampak. Bahkan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah agar mereka dapat memberikan perawatan kesehatan kepada penduduknya (Covid-, Masagung and Indira, 2019).
Bank Indonesia (BI) terus mendukung perekonomian Indonesia melalui program Quantitative Easing (QE). Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat likuiditas perbankan di Indonesia. Melalui injeksi likuiditas perbankan, BI telah menyuntikkan dana hingga Rp844,9 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB. Strategi moneter non konvensional ini digunakan sejak tahun 2020 hingga akhir Agustus 2021 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional (Ekuitas and Indrajaya, 2022)
Sementara itu, inflasi relatif rendah, mencerminkan permintaan yang rendah dan pasokan yang cukup. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 mencatat deflasi sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi IHK mencapai 0,93% (ytd). Inflasi IHK adalah 1,32% (yoy), turun dari 1,54% (yoy) di bulan sebelumnya. Inflasi inti tetap rendah sebagai akibat dari permintaan domestik yang lemah, konsistensi kebijakan BI mengarahkan ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga (Junaedi and Norman, 2021)
Bank Indonesia (BI) menjalankan kebijakan moneter ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Sejak Januari 2020 hingga akhir September 2020, BI telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga kebijakan) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi
4,00%. BI menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank konvensional konvensional sebesar 200 bps menjadi 3,5% dan untuk bank syariah sebesar 50 bps menjadi 3,5% (berlaku mulai 1 Mei 2020), dan menerapkan berbagai kebijakan makroprudensial lainnya. BI menurunkan GWM valas dari 8 menjadi 4%, berlaku efektif mulai 16 Maret 2020 (Sugandi, 2022)
Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penyerapan pengeluaran dalam APBN 2020 dan belanja daerah diperkenalkan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, menjaga daya beli masyarakat, perlindungan sosial, dan bertahan dari krisis bisnis (Covid-, Masagung and Indira, 2019) (belum ada jurnal)
Kebijakan moneter dilakukan secara berwawasan ke depan untuk mencapai tujuan inflasi, artinya perubahan sikap kebijakan moneter dilakukan dengan menilai apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah diumumkan (Budiyanti, Lantai and Ri, 2014).
Akibat lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bankir dalam mengeluarkan kredit di masa covid-19, pertumbuhan kredit pada 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada Desember 2020 (Perbankan, 2021)
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang menaruh harapan agar Indonesia menjadi ekonomi modern. Menurut undang-undang, bank sentral memiliki gelar relatif yang disahkan berdasarkan pengukuran berkala (Covid et al., 2021)
Bank Indonesia akan menggunakan suku bunga rendah untuk menerapkan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter akan mengubah perbedaan antara suku bunga domestik dan internasional (interest rate differential), mempengaruhi jumlah aliran dana asing serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, yang akan mempengaruhi nilai tukar (Ekonomi, Utara and Ilmu, 2021)
Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sejumlah besar data yang diambil dari literatur dan jurnal. Metode penelitian kualitatif adalah metode penyusunan data atau informasi yang dikumpulkan oleh peneliti dan menyajikan kesimpulan akhir dalam bentuk tekstual.
Hasil dan pembahasan
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral untuk mengendalikan jumlah moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi makro yang direpresentasikan dalam stabilitas harga, pertumbuhan output riil, dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis: ekspansif dan kontraktif. Kebijakan ekspansif meningkatkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan kontraktif sebaliknya. Kebijakan moneter adalah salah satu cara untuk mengendalikan inflasi. Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh stabilnya inflasi inti di tengah membaiknya permintaan domestik, stabilnya nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi ke dalam kisaran sasarannya (Jumiati, 2022) Banyak negara di dunia menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi situasi pascapandemi. Menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang adalah salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini.
Penguatan kerangka operasi moneter merupakan strategi reguler di banyak bank sentral dan praktik terbaik internasional dalam implementasi operasi moneter (Inflasi and Dalam, 2021) Selain kebijakan moneter yang kuat rencana pemulihan yang dipikirkan dengan matang juga sangat penting. Strategi pemulihan yang matang dapat membantu mengoptimalkan hasil implementasi kebijakan moneter. Rencana ini juga mencakup
perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai proyek stimulus ekonomi lainnya. Karena wabah covid-19, suku bunga berubah, dan Bank Indonesia berusaha untuk mempercepat ekonomi masyarakat miskin. Jika suku bunga turun, investasi akan tumbuh karena orang lebih memilih untuk berinvestasi daripada menabung, sehingga meningkatkan output nasional. Namun, ketika ekonomi tumbuh atau inflasi meningkat, kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kontraksi moneter (Kebijakan et al., 2019). Prosedur kebijakan moneter Bank Indonesia di masa pandemi berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar (Bank et al., 2021). Indikator jumlah uang beredar meningkat secara signifikan seiring Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya. Pertumbuhan uang beredar tumbuh drastis menjadi 6.900 triliun rupiah pada Desember 2020, dari 6.136,6 triliun rupiah pada Desember 2019 (Rifqi and Nihayah, 2022)
Namun, ada bahaya yang signifikan untuk menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang dipikirkan dengan matang. Misalnya, Risiko inflasi dapat meningkat ketika terlalu banyak uang beredar di pasar, permintaan akan produk dan jasa meningkat tetapi penawaran terbatas. Selain itu, jika ekonomi pulih terlalu cepat, ada risiko defisit dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Diperlukan rencana pemulihan yang matang, serta kebijakan moneter yang kuat. Strategi pemulihan yang dikembangkan dengan baik dapat membantu meningkatkan hasil implementasi kebijakan moneter. Perbaikan infrastruktur, pemulihan pekerjaan, dan berbagai inisiatif stimulus ekonomi lainnya.
Pembiayaan defisit fiskal oleh bank sentral harus tetap dalam parameter kebijakan moneter yang hati-hati. Jangan sampai peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan inflasi dan melemahkan rupiah (Fiskal, 2022). BI bermaksud menstabilkan dan memperkuat Rupiah melalui kekuatan kebijakan yang lebih besar. Triple intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga akan meminimalkan GWM (Giro Wajib Minimum) dalam valuta asing dan memperluas jenis underlying transaksi yang tersedia bagi investor asing untuk memberikan alternatif lindung nilai atas kepemilikan Rupiah (Bank and Covid-, 2020). Suku bunga nominal domestik akan naik sebagai akibat pengetatan kebijakan moneter. Perbedaan suku bunga melebar ketika suku bunga lokal naik tetapi suku bunga internasional tetap tidak berubah. Ini kemudian akan menarik investasi asing untuk masuk (Ekonomi et al., 2020).
Setelah mengalami penurunan pada empat triwulan sebelumnya, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan rebound yang sangat kuat dan mampu berkembang secara positif sebesar 7,07 persen (yoy), pada triwulan II tahun 2021. Laju pertumbuhan yang pesat tersebut menunjukkan bahwa strategi dan arah pemulihan telah dengan nyata. Selain arah pemulihan ekonomi, rendahnya dasar penghitungan PDB (low base effect) pada triwulan II 2020 juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada periode tersebut (Fiskal and Pemulihan, 2021).
a). Peran Kebijakan Moneter Agresif dalam Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi:
Kebijakan moneter harus dilonggarkan agar bank dapat mengelola likuiditasnya. Ada banyak bank sentral sepanjang sejarah yang selama pandemi covid-19 memangkas suku bunga acuan ke level rendah, bahkan beberapa negara menetapkan suku bunga acuan negatif. Karena kepentingan kelompok etnis saja tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh masalah, instrumen kuantitatif atau QE diperlukan untuk melengkapi efektivitas pelonggaran kebijakan moneter (Bank et al., no date).
Jika pemerintah menurunkan pajak untuk merangsang perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang pada akhirnya akan memengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan kecenderungan Marginal Prospensity To Consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Eva, Silalahi and Kunci, 2020). Kebijakan moneter yang agresif mencoba meningkatkan likuiditas pasar dan menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Namun, kebijakan moneter yang kuat tidak cukup. Strategi pemulihan yang matang yang mencakup sektor-sektor yang terkena dampak dan mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan juga diperlukan. Strategi pemulihan harus mencakup tindakan nyata untuk memperbaiki industri yang rusak, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat infrastruktur, dan membantu usaha kecil dan menengah. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi inflasi yang meningkat, keringanan pajak bagi pekerja dan UMKM dapat diberikan. Di depan keringanan pajak penghasilan, ini dapat membantu konsumen menjaga daya beli mereka bahkan jika biaya produk naik karena inflasi (Keuangan and Stan, 2023).
Kemampuan dana keuangan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan bencana sosial. Kami bersyukur, di tengah banyaknya negara yang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, pemerintah Indonesia mampu memperluas anggaran bantuan sosial masyarakat, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan kesehatan dan hibah kartu prakerja (Warjiyo and Indonesia, no date). Strategi rehabilitasi yang matang juga harus mencakup faktor sosial. Pandemi ini telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok rentan seperti buruh kasar, perempuan, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pascapandemi harus mengutamakan perlindungan sosial, partisipasi, dan pemerataan dalam distribusi manfaat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk merancang dan menerapkan strategi pemulihan yang berhasil dan berjangka panjang.
b). Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Pemulihan Ekonomi yang Matang:
Konsumsi domestik merupakan penggerak utama perekonomian nasional; semakin banyak konsumsi, semakin cepat ekonomi akan bergerak. Daya beli masyarakat terkait erat dengan konsumsi mereka. Dengan memajukan realisasi APBN/APBD, pemerintah juga mendukung konsumsi kementerian/lembaga/pemda. Konsumsi juga terfokus pada barang-barang dalam negeri sehingga menimbulkan dampak pengganda yang kuat („1 , 2 , 3 .‟, 2023). Pemulihan ekonomi yang matang setelah pandemi covid-19 harus memasukkan banyak faktor penting. Pertama dan terpenting, pemulihan sektor-sektor terdampak harus menjadi prioritas utama.
Bank Indonesia terus mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut sebagai bagian dari upaya kerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan kredit kepada korporasi (Dan, no date). Hal ini memerlukan pemberian stimulus dan bantuan terarah kepada sektor-sektor yang terdampak, seperti pariwisata, transportasi, dan ritel. Selain itu, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui insentif bagi sektor usaha
kecil dan menengah maupun melalui program pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk meningkatkan prospek lapangan kerja.
Selanjutnya, untuk mempercepat proses pemulihan, pemulihan ekonomi harus mengutamakan perbaikan infrastruktur yang rusak, khususnya jaringan transportasi dan komunikasi. Selain itu, keberlanjutan ekonomi harus menjadi elemen penting dalam pengembangan pemulihan yang matang. Mengorientasikan kembali ekonomi menuju pertumbuhan rendah karbon dan hemat sumber daya sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih tahan krisis. Dorongan investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi hijau harus menjadi bagian dari strategi pemulihan. Dalam hal ini, integrasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menjadi penting sebagai panduan untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
c). Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter Agresif dan Rencana Pemulihan yang Matang:
Covid 19 juga memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap industri pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mensinyalir kerugian di sektor pariwisata akibat wabah covid-19 diperkirakan mencapai Rp. 38,2 triliun (Fahrika and Roy, 2020). Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan dan menerapkan kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Kemitraan ini mencakup koordinasi kebijakan antara lembaga keuangan, regulator, dan bank sentral untuk memaksimalkan dampak kebijakan moneter yang agresif. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk mengembangkan program insentif dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan industri terdampak. Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam implementasi kebijakan moneter dapat membantu meminimalkan ketidakpastian dan meningkatkan iklim investasi. Mereka dapat membuat perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbagi informasi dan mempertimbangkan pendapat satu sama lain. Kemitraan ini juga penting dalam mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan pemulihan, serta memastikan rencana pemulihan dilaksanakan secara efektif. Karena semua sektor ekonomi terdampak, semua merasa terhubung dan khawatir dengan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid 19 ini. Ketertarikan dan keterlibatan ini sesuai dengan peran, kontribusi, dan keterampilan masing-masing pelaku ekonomi (Putranto et al., 2021).
Selain itu, partisipasi masyarakat sipil dalam perumusan dan pelaksanaan program pemulihan sangat penting untuk membangun kebijakan yang responsif dan inklusif. Terlibat dengan beragam pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat, dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi meluas ke semua lapisan masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik juga penting dalam implementasi kebijakan dan strategi pemulihan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengurangi kekhawatiran akan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor komersial, dan masyarakat sipil juga dapat membantu mempercepat pemulihan dengan berbagi beban dan sumber daya yang diperlukan. Misalnya, sektor korporasi dapat membantu dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan lapangan kerja, sementara masyarakat sipil dapat membantu dengan menyediakan program pengentasan kemiskinan, pelatihan keterampilan, dan advokasi untuk kelompok yang kurang mampu. Dalam lingkungan seperti ini, koordinasi yang kuat dan sinergis di antara semua pihak terkait dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang terencana dengan baik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi persoalan ekonomi pascapandemi adalah kebijakan moneter yang agresif dan strategi pemulihan yang matang. Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar, misalnya, dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendorong konsumsi dan investasi. Kebijakan moneter yang kuat, di sisi lain, harus dilengkapi dengan strategi pemulihan yang matang yang mencakup perbaikan infrastruktur, pemulihan lapangan kerja, dan inisiatif stimulus ekonomi. Pemulihan ekonomi yang matang harus mempertimbangkan sektor-sektor yang terkena dampak, keberlanjutan jangka panjang, dan perlindungan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, sektor korporasi, dan masyarakat sipil juga penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana pemulihan, yang mencakup koordinasi kebijakan, pengembangan program insentif, dan keterlibatan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, C. et al. (no date) „BANK SENTRAL DAN PANDEMI COVID-19 : QUO VADIS ?‟, pp. 461–483.
Bank, P. et al. (2021) „Peran bank indonesia dan pembangunan hukum di bidang moneter dalam rangka pemulihan ekonomi indonesia‟, 10, pp. 393–411.
Bank, P. and Covid-, T.P. (2020) „Peran Bank Sentral di Tengah Pandemi COVID-19‟, (September), pp. 47–78.
Budiyanti, E., Lantai, G.N. and Ri, S.D.P.R. (2014) „TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA ( The Effect of Monetary Policy on Manufacturing Industry Sector Performance in Indonesia ) Covid-, P., Masagung, O. and Indira, D. (2019) „Kebijakan penanganan pandemi covid-19‟, pp. 89–112.
Covid, P. et al. (2021) „PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH‟, 5, pp. 171–182.
Dan, K. (no date) „PROSPEK EKONOMI NASIONAL : PROSES PEMULIHAN TERUS‟.
Ekonomi, F., Utara, U.S. and Ilmu, S.T. (2021) „Respons kebijakan moneter terhadap pandemi covid 19‟, 4(2), pp. 140–154.
Ekonomi, J. et al. (2020) „EFEKTIFITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA JALUR NILAI TUKAR PADA MASA PANDEMI COVID-19‟, 3.
Ekuitas, S. and Indrajaya, D. (2022) „Efektivitas Kebijakan Moneter Non Konvensional pada BPD Indonesia di Masa Pandemi‟, 3(3), pp. 376–379. doi:10.47065/ekuitas.v3i3.1061.
Eva, D., Silalahi, S. and Kunci, K. (2020) „Strategi Kebijakan Fiskal Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19‟, 3(2), pp. 156–167.
Existance, P. (2020) „DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS DAN ( THE IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON BUSINESS AND ONLINE‟, 22(01), pp. 21–32.
Fahrika, A.I. and Roy, J. (2020) „Dampak pandemi covid 19 terhadap perkembangan makro ekonomi di indonesia dan respon kebijakan yang ditempuh The impact of the Covid 19 pandemic on macroeconomic developments in Indonesia and the policy response taken‟, 16(2), pp. 206–213.
Fiskal, K. and Pemulihan, M. (2021) „TINJAUAN‟.
Fiskal, S. (2022) „Sinergi fiskal & moneter‟, pp. 1–4.
Hadiwardoyo, W. et al. (no date) „KERUGIAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT PANDEMI COVID-19‟, pp. 83–92. doi:10.24853/baskara.2.2.83-92.
Inflasi, P. and Dalam, D.A.N.F. (2021) „Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ‟:, 6, pp. 199–210.
Jannah, E.F. (2023) „Analisis Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pada Masa Pandemi‟, 2(1), pp. 1–11.
Jumiati, E. (2022) „Kebijakan Moneter Sebagai Pengendali Inflasi Dan Nilai Tukar ( Peran Bank Sentral )‟, 2(1), pp. 1–14.
Junaedi, D. and Norman, E. (2021) „Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Stablitas Moneter Indonesia Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi , Keuangan & Bisnis Syariah‟, 3(1), pp. 17–36. doi:10.47467/alkharaj.v3i1.149.
Kebijakan, L.B. et al. (2013) „BAB I‟, pp. 1–10.
Keuangan, P. and Stan, N. (2023) „STRATEGI PENGUATAN KEUANGAN NEGARA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN RESESI GLOBAL 2023 MELALUI GREEN ECONOMY Yobel Rayfinando Tua Hutagaol‟, pp. 378–385.
Perbankan, P.K. (2021) „Relaksasi kebijakan perbankan ditengah pandemi covid 19 dalam penyaluran kredit perbankan‟, 4, pp. 20–28.
Putranto, J.H. et al. (2021) „Pandemi COVID-19 : Analisis Tantangan Kebijakan Ekonomi di Indonesia “ Covid – 19 Pandemic : Analysis of Economic Policy Challenges in Indonesia ”‟, 23(01), pp. 69–76.
Rifqi, L.H. and Nihayah, A.Z. (2022) „Analisis Indikator Makro Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19‟, 31(01), pp. 18–30.
Sugandi, E.A. (2022) Indonesia ’ s Financial Markets and Monetary Policy Dynamics Amid the COVID ‑ 19 Pandemic, Asia-Pacific Financial Markets. Springer Japan. doi:10.1007/s10690-021-09354-4.
Warjiyo, P. and Indonesia, G.B. (no date) „No Title‟.
Astuti, R.D. and Hastuti, S.R.B. (2020) „Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi-Qu, 10(1), p. 1. doi:10.35448/jequ.v10i1.8576.
Dwihapsari, R., Kurniaputri, M.R. and Huda, N. (2021) „Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Konvensional dan Syariah Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2013-2020‟, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), pp. 980–993. doi:10.29040/jiei.v7i2.2368.
Qori‟ah, C.G. et al. (2020) „Dampak Perkembangan Uang Elektronik terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia‟, Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 265–277. doi:10.52813/jei.v9i3.45.
Assa, R.H., Rotinsulu, T.O. and Mandeij, D. (2020) „Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 – 2019-2‟, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01), pp. 23–33.v
Download