Penerapan Analisis SWOT Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Sambongdukuh Tahun 2020-2025

2023-07-04

Pada jaman penjajahan Belanda Desa Sambongdukuh terdiri dari tiga pedukuhan yaitu Sambong Santren, Sariloyo, dan Sambong Dukuh. Masing-masing pedukuhan dipimpim oleh seseorang pemimpin pedukuhan atau disebut Lurah pada saat itu, pedukuhan yang dimaksud yaitu Mbah Wongso Rejo (Dukuhan Sambong Santren), Mbah Imbran (Dukuh Sarilyo), dan Mbah Mustaqim (Dukuhan Dukuh). Ketiga lurah tersebut memiliki sebutan Lurah Kombet, tidak diketahui kenapa disebut Lurah Kombet. Menurut dugaan sebagian orang Lurah Kombet yang berarti Lurah sekaligus pejuang (ikut perang mengangkat senjata). Ketiga lurah tersebut memiliki kebiasaan yang unik, yaitu berkumpul di sungai/DAM di ujung timur desa, yang bersebelahan dengan Desa Candimulyo (sekarang DAM tersebut berada di sebelah selatan Jalan Brigjen Kretarto). DAM Pancasila adalah nama DAM saat ini yang digunakan oleh ketiga lurah untuk berkumpul. Pertemuan tersebut dinamakan Begandring oleh warga sekitar. Nama tersebut berasal dari bahasa Belanda, Bergaining. Ketiga lurah tersebut dinamakan demikian karena mereka secara teratur berkumpul di sana. Dukuh Patoman, yang berarti "tempat berkumpulnya para lurah", adalah nama lokasi tempat para lurah berkumpul. Setelah kemerdekaan Indonesia tiga lurah/pimpinan dukuhan disatukan menjadi satu menjadi Dukuhan Sariloyo, Dukuhan Sambong Santren, dan Dukuhan Patoman. Kemudian tiga dukuhan tersebut dijadikan satu menjadi Sambongdukuh oleh Bapak Basimin yang merupakan Wedono Jombang. Warga Desa Sambongdukuh mengadakan pemilihan langsung untuk memilih kepala desa, dan tiga kandidat yang maju adalah Nur Suhud (Sambong Santren), Saiun (Dukuh Patoman), dan Mar Ikhram (Sariloyo). Bapak Saiun (Dukuh Patoman) memenangkan pemilihan dan kemudian terpilih.

Download